Vonis Hukuman Ringan Lantaran Bersikap Sopan di Persidangan

Opini oleh Muhamad Zen

MENGHALUSKAN narasi dengan majas dalam kerangka kesopanan kini terasa hambar dan kehilangan makna. Alih-alih mendidik masyarakat, justru menjadi sampah sosial yang menghiasi ruang publik. Istilah “boleh korupsi asal sopan” kini seolah menjadi pemanis dalam diskusi di berbagai warung kopi di Kota Pangkalpinang.

banner 970x250 banner 970x250

Ratusan miliar dana sosial dari perusahaan smelter, yang seharusnya menjadi stimulus untuk membangkitkan perekonomian masyarakat, justru dikelola untuk kepentingan pribadi. Ironisnya, para koruptor ini malah dianggap sebagai pahlawan ekonomi oleh sebagian orang.

Entah berdasarkan filosofi apa, ada yang dengan tegas menyatakan bahwa para tersangka korupsi pertimahan adalah pahlawan bagi masyarakat Babel. Padahal, secara umum, masyarakat Babel bersyukur atas terbongkarnya kasus korupsi ini.

Pada tahun 2024, pemerintah China telah mengeksekusi mati beberapa pejabat yang terbukti melakukan korupsi. Salah satunya adalah Li Jianping, seorang pejabat publik yang menyalahgunakan dana negara sebesar 1,437 miliar yuan (sekitar Rp3,1 triliun).

Namun, berbeda dengan di negeri ini. Walaupun dalam fakta persidangan terbukti melakukan korupsi hingga triliunan rupiah, asalkan bersikap baik dan sopan selama persidangan terlebih jika memiliki tanggungan keluarga maka hukuman yang dijatuhkan cenderung ringan, seikhlasnya oleh majelis hakim.

Inilah fakta yang tak terbantahkan bahwa maling ayam selalu disandingkan dengan koruptor dalam mendapatkan vonis. Mencuri uang negara ratusan triliun rupiah dihukum penjara setara dengan maling ayam. Ironisnya, nasib maling ayam jauh lebih tragis. Mereka dihukum berat, diarak keliling kampung, ditelanjangi, bahkan bisa terancam tewas akibat amukan massa.

Sementara itu, semakin besar kerugian negara, semakin terhormat kedudukan para perampok itu. Selain mendapatkan diskon hukuman di penjara, mereka juga menikmati fasilitas VIP. Lebih miris lagi, setelah keluar dari penjara, mereka disambut bak pahlawan.

Fenomena ini mencerminkan betapa hukum di negeri ini masih bisa dinegosiasikan dengan etika semu. Kesopanan di ruang sidang seakan menjadi kartu bebas yang dapat meringankan hukuman, sementara substansi kejahatan itu sendiri dipinggirkan. Bukankah hukum seharusnya mengedepankan keadilan daripada basa-basi kesantunan?

Di satu sisi, rakyat kecil yang mencuri demi bertahan hidup mendapat hukuman berat tanpa belas kasihan. Di sisi lain, koruptor kelas kakap yang menggerogoti uang negara hingga triliunan rupiah justru diperlakukan dengan penuh hormat dan mendapatkan hukuman ringan. Jika begini terus, apakah kita sedang mengarah pada legalisasi korupsi berbasis etika?

Lebih ironis lagi, ada sekelompok orang yang masih membela para koruptor ini dengan dalih bahwa mereka “berjasa” bagi perekonomian masyarakat. Narasi ini adalah bentuk pembodohan yang semakin menormalisasi kejahatan. Jika mereka benar-benar peduli terhadap masyarakat, mengapa dana yang seharusnya untuk kesejahteraan justru mereka jarah?

Masyarakat tidak boleh diam dan membiarkan kejanggalan ini terus terjadi. Jika kita menerima kenyataan bahwa kesopanan bisa menjadi tameng bagi kejahatan, maka bukan tidak mungkin praktik ini akan terus berulang. Jangan sampai bangsa ini kehilangan akal sehat dan membiarkan korupsi menjadi budaya yang dilegitimasi oleh kesantunan.

Reformasi hukum harus dilakukan secara mendalam jika kita menginginkan hukum menjadi instrumen keadilan di negeri ini. Hukum bukan sekadar aturan, tetapi juga moralitas dan keberanian untuk berpihak kepada kebenaran.

Saatnya kita menuntut perubahan! Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, bukan ditawar dengan sikap manis di ruang persidangan. Jika tidak, kita hanya akan menjadi penonton dalam drama panjang yang menginjak-injak rasa keadilan.

Penulis :
Muhamad Zen Aktivis Muda Bangka Belitung, jebolan UGM (Universitas Gunung Maras).

Ia juga aktif di berbagai organisasi dan memegang jabatan penting diantaranya: Sekretaris Rumah Aspirasi Kotak Kosong Kota Pangkalpinang,
Ketua Harian Ormas Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Markas Daerah Provinsi Bangka Belitung, Sekretaris Pondok Aspirasi Bangka Belitung, Ketua Relawan Massa Prabowo (MAS BRO) DPW Babel dan Ketua LSM Team Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI ) DPW Babel.

Selain itu, Zen juga aktif di dunia jurnalistik, kini Ia bergabung di Kantor Media Online (KBO) Bangka Belitung, di organisasi pers Ia menjabat sebagai Sekretaris Pro Jurnalis Media Siber (PJS) DPD BABEL Ia juga pernah bekerja di berbagai perusahaan media lokal dan nasional baik itu media cetak maupun media online.

Zen juga sering menulis berbagai opini, sesekali tulisan kelahiran lubuk besar 12 Mei 1980 Alumni Universitas Gunung Maras ini juga berceloteh soal politik lokal dan kritik sosial.

Catatan Redaksi :
————————————
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Berita dan atau opini tersebut dapat dikirimkan ke Redaksi media kami melalui email atau nomor whatsapp seperti yang tertera di box Redaksi.

banner 970x250 banner 970x250
error: Content is protected !!