Bangka,Babelku.com – Dugaan ketimpangan penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) oleh PT Timah Tbk di kawasan laut Puri Ansel, Sungailiat, Bangka, memicu protes para penambang lokal. Mereka menilai PT Timah tidak adil dalam pembagian kuota ponton isap produksi (PIP).
Ry, salah satu penambang, menyebut CV TIN mengoperasikan lebih dari 18 ponton di wilayah yang seharusnya hanya diizinkan 15 unit berdasarkan SPK.
“Kami dari awal sudah tarik ponton dan ikut verifikasi. Tapi malah yang baru datang yang dapat SPK. Kami merasa ada ketidakadilan,” ujar Ry kepada KBO Babel, Kamis (22/5/2025).
Ry juga menyoroti dugaan kedekatan antara CV TIN dengan pengelola Puri Ansel dan oknum PT Timah sebagai penyebab utama.
“Awalnya Puri Ansel menolak tambang karena merusak ekosistem. Sekarang mendukung? Aneh dan patut dicurigai,” katanya.
Selain itu, aparat penegak hukum menertibkan belasan ponton lokal pada Selasa (20/5/2025), meski mereka mengklaim telah membayar biaya koordinasi untuk bekerja di luar IUP PT Timah.
Praktik ini diduga melanggar sejumlah aturan, seperti Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018, UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan.
“Kami khawatir limbah tambang merusak wisata laut. Jangan sampai hancur karena kepentingan sesaat,” ujar seorang pengusaha wisata lokal.
Hingga berita ini diterbitkan, PT Timah belum memberi pernyataan resmi. Media masih berupaya menghubungi Kepala Operasional Wilayah Bangka Utara, Benny Hutahean.
Kasus ini menimbulkan sorotan terhadap tata kelola PT Timah sebagai BUMN yang semestinya menjunjung transparansi dan keadilan.
Sumber KBO Babel.