Siapa yang Bertanggung Jawab atas Maraknya Tambang Timah Ilegal di Bangka Belitung?

Opini

Latar Belakang

BANGKA Belitung telah lama dikenal sebagai salah satu penghasil timah terbesar di dunia. Sejak era kolonial, sumber daya alam ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah, memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat setempat. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, fenomena tambang timah ilegal semakin mengkhawatirkan. Aktivitas tanpa izin ini menyebar luas, merambah kawasan hutan lindung, pesisir pantai, hingga zona tangkap nelayan. Dampaknya? Kerusakan lingkungan yang kian parah, terganggunya ekosistem laut, serta konflik sosial yang terus membayangi kehidupan warga.

Faktor yang memicu maraknya tambang ilegal ini cukup kompleks. Di satu sisi, permintaan global terhadap timah terus meningkat, terutama dari industri elektronik yang membutuhkan bahan ini dalam jumlah besar. Di sisi lain, keterbatasan lapangan pekerjaan membuat banyak orang melihat pertambangan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan. Apalagi, sektor ini memang menjanjikan keuntungan yang cepat dibandingkan sektor lain seperti perkebunan atau perikanan.

Namun, ada satu faktor lain yang tak kalah penting: lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di balik maraknya tambang ilegal, ada jaringan yang lebih luas yang memungkinkan praktik ini terus berlangsung.

Menelusuri Akar Masalah

Jika ditelusuri lebih dalam, peran PT Timah sebagai pemegang izin resmi pertambangan dari negara menjadi sorotan utama. Sebagai perusahaan yang diberi mandat untuk mengelola tambang timah secara legal, PT Timah seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan industri ini. Namun, faktanya, tambang ilegal justru berkembang pesat di sekitar wilayah izin usaha pertambangannya (IUP).

Ada beberapa hal yang membuat situasi ini semakin pelik. Dari sisi operasional, alat produksi PT Timah ternyata kurang kompetitif jika dibandingkan dengan alat buatan diluar PT Timah. Sebagai contoh, Ponton Isap Produksi (PIP) buatan PT Timah dengan harga 250 juta per unit gagal bersaing dengan PIP buatan masyarakat, yang hanya terbuat dari kayu dan drum plastik.

Hal ini diperparah dengan tingginya biaya operasional, seperti bahan bakar dan perawatan alat, yang membuat PT Timah semakin sulit bertahan secara ekonomi. Untuk mengatasi hal ini, PT Timah membuka skema kerja sama dengan pihak ketiga guna menekan biaya produksi. Sayangnya, mekanisme ini justru membuka celah bagi tambang ilegal untuk semakin berkembang.

Jika kita melihat realitas di lapangan, ada sebuah ironi yang sulit untuk diabaikan. PT Timah memiliki wewenang penuh dalam mengelola pertambangan legal, namun di saat yang sama, bijih timah dari tambang ilegal justru banyak yang masuk ke dalam rantai distribusi. Tak jarang, timah hasil tambang ilegal ini akhirnya ditampung oleh perusahaan-perusahaan mitra PT Timah untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Mencari Tanggung Jawab

Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan besar: siapa yang seharusnya bertanggung jawab?

Tentu saja, masalah ini tidak bisa dilihat secara hitam-putih. PT Timah, sebagai entitas yang diberi mandat oleh negara, memegang peran penting dalam mengelola industri timah secara berkelanjutan. Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan strategi pengelolaan yang lebih baik, justru ada celah yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menjalankan tambang ilegal.

Selain itu, ada indikasi bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal bukan sekadar akibat kelalaian, tetapi juga karena adanya kepentingan tertentu. Bagi sebagian pihak, keberadaan tambang ilegal bisa menjadi sumber keuntungan tersendiri. Praktik “koordinasi” dan perlindungan terhadap tambang ilegal menjadi hal yang banyak diperbincangkan di masyarakat, meskipun sulit untuk dibuktikan secara gamblang.

Di sisi lain, para pekerja tambang rakyat yang terlibat dalam aktivitas ini sering kali hanya menjadi bagian kecil dari rantai bisnis yang lebih besar. Mereka bekerja dengan risiko tinggi, sementara keuntungan besar justru mengalir ke pihak yang memiliki akses dan kendali terhadap pasar.

Refleksi

Jika PT Timah mampu mengelola wilayah izin pertambangannya dengan lebih baik dan bersinergi dengan penegak hukum yang berintegritas, persoalan tambang ilegal seharusnya bisa ditekan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tambang ilegal masih terus beroperasi dengan leluasa.

Lalu, mengapa ini bisa terjadi?

Apakah karena lemahnya pengawasan? Apakah karena ada pihak yang diuntungkan dari situasi ini? Ataukah karena tambang ilegal telah menjadi bagian dari sistem ekonomi yang sulit untuk diberantas tanpa solusi yang lebih baik?

Pada akhirnya, jawaban dari pertanyaan ini mungkin tidak perlu disampaikan secara langsung. Cukup dengan melihat bagaimana tambang ilegal tetap berjalan, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang dirugikan. Maka, kita akan tahu sendiri ke mana arah jari seharusnya menunjuk.

Yang jelas, tambang ilegal ini mirip seperti hujan di Pangkalpinang belakangan ini, tak kunjung reda, susah ditebak, dan selalu membawa genangan masalah.

Oh ya, ngomong-ngomong soal genangan, THR yang ditunggu-tunggu juga belum cair. Mungkin nasibnya sama dengan penegakan hukum kita, rajin dijanjikan, tapi entah kapan benar-benar turun.

Tentang Penulis

Muhamad Zen Aktivis muda Bangka Belitung, alumni Universitas Gunung Maras (UGM), Fakultas Ilmu Hukum Perkeliruan. Hobi menulis, meski kadang tulisannya agak nyeleneh, tapi tetap PD dan nekat untuk diterbitkan. Beberapa orang bilang opininya tajam, sebagian lain bilang cuma cocok untuk bahan obrolan di warung kopi.

Pria ganteng alumni UGM kelahiran Lubuk Besar pada 12 Mei 1980 ini, punya kebiasaan aneh, makin larut malam, makin lancar menulis. Mungkin efek samping kebanyakan ngopi. Tapi tak apa, selama masih ada yang membaca, ia akan terus berceloteh tentang politik, kritik sosial, dan hal-hal lain yang mungkin hanya Tuhan dan dirinya sendiri yang benar-benar paham.

Catatan Redaksi :
————————————

Isi narasi opini ini di luar tanggung jawab Redaksi, apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Berita Sanggahan dan atau opini tersebut dapat dikirimkan ke redaksi media kami melalui email atau nomor whatsapp seperti yang tertera di box Redaksi.

banner 970x250
banner 970x250 banner 970x250banner 970x250banner 970x250
error: Content is protected !!